KRI Ir. Sukarno, lepas Pontianak, Kalimantan
Baru hampir dua hari, Armada Penyerangan ke-1 baru saja
berangkat dari Semarang dengan tujuan Selat Malaka untuk
memulai operasi blokade dan pengamanan selat dari
Tentara Laut Diraja Malaysia ketika berita mengenai invasi
Jakarta sampai ke telinga Laksamana Putra Fajar, komandan
armada. Ia langsung berang dan memerintahkan seluruh armada
untuk putar haluan balik ke arah Jakarta. Hampir semua korvet-korvet cepat yang ada di dalam armada diperintahkan untuk
berlayar terlebih dahulu meninggalkan armada tanpa adanya
pengawalan yang memadai. Padahal kapal KRI Ir. Sukarno yang
merupakan kapal bendera Armada Penyerangan ke-1 juga tidak
kalah penting.
Secepat apapun korvet- korvet tersebut berlayar tetap saja akan memakan waktu beberapa
jam sampai mereka semua sampai ke perairan Jakarta sementara
Tentara Malaysia sudah berada beberapa kilometer dari Istana
Merdeka. Kalau begini Bendera Malaysia bisa saja berkibar di
Istana Merdeka atau lebih parahnya lagi sang presiden RI,
orang nomor satu di Indonesia bisa tertangkap. Belum lagi
disana ada beberapa gedung penting yang tidak boleh sampai
terinjak oleh tentara Malaysia tersebut.
“Bodoh, kenapa mereka bisa sampai menyusup seperti ini!!”
bentak sang laksamana di anjungan. Sudah hampir sepuluh kali
dia mengulang kata- kata yang sama kepada para awak kapal
di anjungan, “Ini namanya konyol, konyol sekali...,” lanjutnya
sambil bolak-balik. Opsir opsir lain hanya bisa berdiri diam bisu.
Banyak dari mereka yang mempunyai keluarga yang tinggal
di Jakarta dan sekarang sepertinya keamanan mereka terancam.
“Bagaimana dengan Su-27 kita, sudah balik belum dari latihan?”
tanya Putra Fajar dengan nada masih marah, ia kembali duduk
sambil mengangkat kedua kakinya ke atas dasbor.
“Sepertinya mereka sedang mengalami gangguan cuaca di rute balik
mereka pak..” jawab opsir khusus penerbangan. Hampir semua wing
pesawat memang sengaja diterbangkan untuk melakukan latihan
terakhir sebelum nantinya akan diterjunkan langsung ke Selat
Malaka. Tapi sayangnya mereka semua terjebak turbulensi berat
di atas Pulau Lingga.
“Bodoh sekali, semua wing fighter dan bomber yang ada di kapal
kita pergi semua!” ia membanting topinya keras ke lantai,
“Sukhoi 33 kita, Sukhoi 27 kita yang mestinya sekarang bisa kita pakai untuk menghancurkan kapal-kapal Malaysia tersebut...”
ia berhenti sebentar lalu berdiri, “pergi semua ternyata!!”
teriaknya lagi, ia menderapkan kakinya ke lantai dengan keras.
Semua awak terbelalak.
Beberapa menit kemudian Laksamana Putra Fajar memutuskan untuk
berjalan-jalan mendinginkan kepala di atas landasan penerbangan
dek kapal yang kosong.
Ia memandang mercu kapal yang sekarang silau terkena pantulan
matahari. Bendera Merah dan Putih berkibar dengan ringan diterpa
angin laut yang cukup kencang, posisinya berdampingan dengan
tiang-tiang radio dan radar.
Sama sekali tidak terpikir olehnya bagaimana akhirnya
Indonesia bisa mendapatkan satu kapal induk. Laksamana Kutnetsov,
ialah nama kapal induk tersebut selama masih beroperasi di Rusia.
Sebuah Tupolev-124 melintas terbang di udara, pesawat tersebut
seperti biasa akan melakukan patroli rutin keseluruh perbatasan
Indonesia.
Ya.. Tupolev...Tupolev-124, Putra Fajar berhenti. Ia baru sadar
bahwa di Palembang ada beberapa Tu-95 yang merupakan versi
bomber daripada Tu-124 yang khusus didesain untuk patroli maritim.
Mereka semestinya sudah siap untuk terbang begitu diminta,
”Betul!” Ia bergegas untuk segera kembali ke mercu kapal.
“Tetapi..,” Putra Fajar kembali berhenti sebentar. Memerintahkan
Tu-95 untuk mengebom pelabuhan Tandjung Priuk atau
seluruh Jakarta Utara sampai habis bukanlah suatu hal yang dapat
diterima dengan gampang oleh semuanya. Ia harus mengambil
keputusan yang sulit.
Mengebom atau menunggu sampai semua wing kapal kembali, pada
saat itu tentunya Istana Merdeka mungkin sudah jatuh ketangan
Malaysia.
“Tidak..tidak..,”dalam peperangan mesti ada sesuatu hal yang harus
dikorbankan.
Putra Fajar mengepalkan kedua tangannya. Dan kali ini yang harus
dikorbankan adalah.. Ia bergegas kembali ke bagian kendali kapal
yang berada di lantai teratas mercu kapal induk tersebut.
No comments:
Post a Comment