Pages

Thursday, June 18, 2009

Perang Indonesia-Malaysia di dunia lain...(5)

KRI Muhammad Hatta
“Ya pak, saya mengerti, kita akan berlayar ke sana secepatnya,” Kapten Sudarsono memutus hubungan radio selepas menerima perintah langsung dari Markas Besar TNI AL. Ia ditugaskan untuk berlayar secepatnya ke utara bersama dua kapal pengawalnya yaitu korvet KRI Diponegoro dan KRI Sultan Iskandar Muda. Dua duanya merupakan korvet yang lumayan baru bila dibandingkan dengan kapal-kapal TNI AL lain yang rencananya akan segera di museumkan. Namun situasi yang baru berkembang dalam beberapa jam yang lalu mungkin bisa merubah rencanya tersebut.

Sudarsono kemudian bergegas keluar dari ruangan radio ke anjungan kapal. Dari jendela melihat seorang pelaut sedang berdiri di luar. Sudarsono berjalan keluar, tidak apa-apa lah hanya sebentar ngobrol dengan awak kapal sendiri, pikirnya ia menanggalkan niatnya untuk kembali ke anjungan lalu mendekati pelaut tersebut, “Apa yang kamu lakukan disini?”

Pelaut tersebut menekok kebelakang lalu terkejut, kapten kapal sekarang sudah berada tepat di belakang bahunya, “Ah ngak pak, saya hanya mau melihat-lihat pemandangan...,” katanya memelas.

“Kamu tidak bertugas?”

“Eng..saya lagi istirahat kapten,” matilah aku, pikirnya. Sang kapten tidak mungkin memaafkan seorang pelaut yang kabur dari tugasnya membersihkan dek kapal.

“Oh begitu, nama kamu siapa nak?”

Ternyata diluar dugaanya, Sudarsono tidak langsung menghukum dia, melainkan menanyakan namanya, “Soni kapten..”

“Soni, saya numpang lihat-lihat kalau begitu.”

“Ba..baik kapten,” Soni mulai terbata-bata. Ia sama sekali tidak menduga hal yang baru saja terjadi. Tentu saja kapten boleh berbuat sesukanya.

Keheningan melanda selama beberapa saat, hanya suara ombak yang menepis kapal terdengar, Soni memberanikan dirinya sendiri untuk memulai percakapan, “Lautnya lumayan tenang yah hari ini kapten,” katanya.

“Betul son, padahal pada saat musim hujan seperti ini sangat jarang laut ini bisa tenang seperti saat ini.”

“Mungkinkah ini adalah sebuah pertanda?”

“Son, son,” Sudarsono menepuk bahu pelaut tersebut pelan sambil tertawa, “Dunia sudah modern kamu masih mikirin yang enggak-enggak,” lanjutnya meyindir.

“Saya berpikir sepertinya di balik ketenangan ini akan muncul sesuatu hal yang dashyat pak.”

“Hah, jangan menghayal son!”

“Maaf pak, tapi perasaan yang saya rasakan seperi sekarang ini biasanya selalu betul..”

“Sudah son, mari kita bicarakan hal lain,” Sudarsono mengibaskan telapak tangannya lalu memandang haluan kapal dengan tatapan bangga, “Kamu lihat kapal ini son..”

“Iya pak..”

“Kapal ini bukanlah kapal biasa seperti yang kita punya dahulu, kapal kita ini adalah salah satu kapal tempur terbesar di dunia setelah perang dunia ke-II. Lebih pentingnya lagi, kapal ini di dorong oleh tenaga nuklir.”

“Tapi pak dulu khan kita punya KRI Irian yang besarnya kira-kira hampir sama seperti kapal ini.”

“Son, kapal itu sekarang tidak lebih dari besi tua, sayang memang, tapi apa boleh buat,” Sudarsono memandang ke angkasa, langit kebiru-biruan, burung-burung terbang dengan bebas, “Kamu tahu son, dahulu sebelum serah terima kapal ini dinamakan apa?”

“Eh...,” Mulut Soni tertutup diam, tidak bisa menjawab.

“Laksamana Nakhimov.”

“Hah Laksamana Khimov?” jawab Soni agak lugu. Ia memang mengalami sedikit masalah dalam mengejakan kata-kata yang banyak dipenuhi oleh huruf ‘V’.

“Nakhimov!” seru kaptennya agak emosi, “Kamu ini bagai mana sih son, masa jadi pelaut tapi kapal sendiri tidak tahu asal usulnya...?”

“Ya saya khan cuma pembersih biasa pak..,” kata Soni merendah,
tampaknya Sudarsono masih belum sadar juga bahwa sekarang ia sedang berbicara dengan pembersih kapal biasa bukan ahli sejarah.

“Aduh, ya sudah saya jelaskan deh...”Sudarsono menghela nafas dengan panjang.

“Dia adalah Laksamana Rusia yang lumayan terkenal, dulu sekali sekitar tahun 1800an—“

“Belanda masih ada dong pak?” potong Soni ingin tahu.

“Ya iyalah, aduh kamu dengerin dulu cerita saya...” tegur Sudarsono cemberut. Ia kemudian kembali menatap langit dan melanjutkan, “Dulu sekitar tahun 1850an, terjadilah perang antara negara Inggris, Perancis, serta Turki melawan Rusia. Namanya perang Crimea atau orang sini biasa menyebutnya Krimea atau Krim saja karena bangsa kita cinta dengan singkatan.”

“Terus pak lanjut...”tatap Soni penasaran.

“Waktu itulah Laksamana Nakhimov—“

Sekejap dek kapal bergoyang kencang seperti terkena sesuatu bersamaan dengan suara ledakan yang memekakkan telinga, disusul oleh sirine kapal yang berbunyi meraung-raung, “Kapal Selam!!”

“Hah mana kapal selamnya?!” seru Soni panik sambil mengambil dan mengibas-ngibaskan sapu ijukya.

No comments:

Post a Comment