Di suatu tempat dekat Madiun
“Baterai howitzer pertama, tembak!” teriak satu opsir TNI AD mengkomandani awak meriamnya yang sekarang sedang berdiri dengan rapih tepat di belakang meriamnya masing-masing dengan posisi siap. Barisan meriam tersebut melintang hampir sepanjang 500m, beberapa baterai meriam lainnya juga sudah siap untuk menembak.
Kemudian selusin meriam howitzer tersebut serentak menembak, memuntahkan peluru peledak tinggi ke arah langit diikuti dengan howitzer lainnya. Beberapa kilometer ke depan peluru meriam tersebut mulai berjatuhan dari langit bagaikan hujan, ledakan saling susul menyusul, pohon-pohon berjatuhan, tanah dan pasir terhembus ke atas. Bombardemen artillery berjalan dengan lancar sesuai dengan jadwal yang sudah di tentukan. Meriam-meriam howitzer 122mm dan 155mm memang merupakan meriam yang cukup ampuh untuk membuka jalan yang nantinya akan dilewati oleh infantri atau panzer darat.
“Baterai roket, tembak!!” perintah opsir tersebut selagi ia mengawasi operasi penembakan meriam. Serentak beberapa detik kemudian lima belas truk peluncur roket BM-21 Grad memuntahkan muatan roket-roketnya tanpa ampun. Total 36 roket per-truk dihabiskan hanya dengan waktu beberapa belas detik. Area yang dibombardemen kini sudah terlihat hancur dan porak-poranda, pohon-pohon berjatuhan, rumah-rumah kayu hancur lebur, meskipun begitu meriam-meriam howitzer TNI AD tetap menembak, memperparah kerusakan yang sudah ada.
Opsir tersebut kini melihat jam tangannya, sudah waktunya bagi grup penyerang untuk beraksi.
Benar, tanpa diberikan aba-aba, maju lah infantri TNI AD yang berjumlah ratusan. Mereka didampingi oleh panser-panser BMP-3 dan tank-tank T-90 yang saling sahut menyahut menembak. Satu tank T-90 terlihat menghancurkan gundukan-gundukan yang menghalangi gerak maju infantri, tank-tank lainnya terus beranjak maju, menghancurkan dan menggilas kawat-kawat berduri yang ada pada saat itu. Sementara tank beraksi prajurit infantri maju secara terkoordinasi, memangkas prajurit-prajurit musuh yang berlindung dan menembak dari parit-parit dengan bantuan meriam gerak.
Dari arah hutan tiba-tiba muncul tank musuh siap menembak, mereka adalah beberapa tank Scorpion dan PT-76 TNI AD yang sudah agak uzur sekarang dijadikan latihan menembak dan dioperasikan dari jauh oleh remote control untuk mensimulasikan pertahanan lapis baja musuh. Prajurit khusus anti-tank dengan cekatan langsung mengoperasikan peluncur roket anti-tank Javelin guna menghancurkan tank-tank musuh yang mencoba menghalangi. Tank PT-76 yang pertama dengan cepat dihancurkan oleh tembakan telak dari meriam 125mm T-90 langsung ke mercu komandonya, memberikan pemandangan spektakuler sekaligus salam sampai jumpa untuk tank-tank tersebut yang sudah mengabdi lama pada TNI. Tank-tank Scorpion yang lebih lincah dihancurkan oleh tembakan-tembakan dari peluncur roket Javelin. Roket khusus dari Javelin meluncur tinggi ke udara sebelum sensor pencari panas roket mulai bekerja dan mengarahkan roket anti-tank tersebut tepat di atas mercu tank-tank Scorpion. Ledakan yang spektakuler kembali tak terhindarkan.
Setelah berhasil menguasai parit-parit pertahanan infantri TNI AD harus berjuang menaiki bukit kecil di ujung akhir tempat simulasi. Bukit tersebut sengaja di pasangi dan di tebarkan dengan ranjau-ranjau maupun bunker-bunker beton yang ditanam di dalam bukit tersebut. Butuh hampir setengah tahun bagi TNI untuk mendapatkan izin dari otoritas setempat karena sifat tempat latihan ini yang berbahaya dan merusak, belum lagi seperti biasa harus berurusan dengan grup-grup penyayang lingkungan yang selalu merongrong setiap saat.
Gencarnya tembakan senapan mesin membuat prajurit TNI mengalami sedikit kesulitan dalam menguasai bukit kecil tersebut namun setelah sempat tertahan sesaat di simulasikan datangnya support dari laut. Dengan koordinasi yang erat antara prajurit infantri TNI dan kapal-kapal TNI AL, satuan-satuan penyerang akhirnya sukses dalam melumpuhkan bunker satu persatu, melewati kawat berduri jengkal demi jengkal sampai akhirnya sampailah dua grup terakhir ke puncak bukit. Bendera hitam yang berarti musuh diturunkan lalu diganti dengan Bendera Merah Putih oleh pembawa pandu yang juga mesti dilindungi dari awal sampai akhir. Pluit tanda berakhirnya simulasi pun dibunyikan oleh sang komandan divisi Mayor Jenderal Rifanza Imam yang sudah mengawasi jalannya simulasi pertempuran dari sebuah menara pengawas.
“Alhamdulillah bagus, bagus sekali,” katanya sambil bertepuk tangan dan menggeleng-gelengkan kepalanya yang sudah mulai botak, “Saya sama sekali tidak percaya bahwa akhirnya semua bisa berjalan dengan baik dan lancar.”
“Ya pak setelah beberapa hari simulasi seperti ini saya rasa kita siap bila memang sudah waktunya,“ salah satu ajudan yang ikut mengawasi dan menemani sang jenderal berbicara. Anggota staf lainnya pun ikut mengganguk setuju.
“Berikutnya simulasi apalagi yang akan dijalankan dikemudian hari?” Rifanza bertanya sambil melihat dari teropongnya para prajurit TNI sedang merayakan naiknya Bendera Merah Putih di bukit tersebut. Ia ikut tersenyum. “Dan sebentar lagi bukit tersebut akan menjadi...,”
“Jadwal simulasi untuk besok adalah—“
Tiba-tiba satu opsir penjaga masuk ke dalam ruangan dengan tergesa-gesa, ia sempat menubruk staf lain secara keras lalu langsung berlari ke arah Jenderal Rifanza, “Bapak harus melihat ini, ini baru saja datang dari Jakarta,” kata opsir tersebut. Ia memberikan Jenderal Rifanza satu amplop bewarna coklat sambil berusaha bernafas dan menyeka keringatnya. Rifanza langsung merobek amplop tersebut lalu mengambil dan membaca isi surat secara cepat. Ia langsung tercenggang, amplop beserta surat yang berada di dalamnya terjatuh ke lantai, “Astagfirullah, ini benar?”
“Betul pak, ini baru datang dari Jakarta seperti saya bilang tadi,” angguk opsir penjaga yang baru datang.
“Apa yang terjadi pak?” tanya salah satu anggota staf.
“Kita berada dalam situasi de facto perang dengan Malaysia...”
AYO AYO GANYANG MALAYSIA !!!
ReplyDelete