Pages

Tuesday, June 16, 2009

Perang Indonesia-Malaysia di dunia lain...(1)

Dibuat untuk negara Indonesia yang tercinta, menghayal sedikit tidak apa apa khan?

2 Juni, 2009 Lanud Hasanuddin - Subuh

Lautan luas bukan masalah untuk TNI AU, hari ini pun SPJR atau Skuadron Patroli Jarak Jauh TNI AU akan memulai patrolinya lagi. Patroli rutin ke seluruh batas-batas perbatasan Indonesia sejak skuadron tersebut didirikan beberapa tahun yang lalu untuk tetap menjaga kedaulatan Indonesia. Tak tanggung-tanggung, skuadron tersebut telah di lengkapi dengan hampir selusin pesawat Tupolev Tu-142 yang telah didapatkan dari beberapa negara eks-Uni Soviet.

Tu-142 Combro 05 adalah salah satunya. Kali ini ia dikomandani oleh Kapten Mustopo dan ditugaskan untuk berpatroli di daerah blok Ambalat. Salah satu daerah perbatasan yang rawan dilanggar oleh kapal-kapal Malaysia. Perih memang rasanya tidak dapat berbuat apa-apa jika melihat pelanggaran seperti itu. Mustopo bersyukur kepada Allah SWT bahwa dia hari ini tidak akan merasakan ketidakberdayaan seperti itu. Mungkin di dunia lain, di mana Indonesia merupakan salah satu negara besar tetapi lemah tidak berdaya.

Di landasan pacu sudah bersiap-siap dua pesawat Tu-142 yang lain, siap untuk lepas landas begitu mendapat izin dari ATC. Kembali ke apron, dimana Mustopo masih sibuk mempersiapkan pesawatnya untuk keberangkatan. Ia sedang mengutak-atik sistem navigasi pesawat Tu-142 yang agak rumit tersebut agar cocok sesuai dengan rute yang sudah dipersiapkan sebelumnya oleh komandan skuadron. Mesin pesawat sendiri masih tetap berada dalam posisi mati saat dua orang pilot menaiki pesawat tersebut.

"Assalamu'alaikum Kapten!" kata salah seorang pendatang baru tersebut. Mustopo membalas salamnya sambil tersenyum menghadap keluar dari pintu cockpit. Ia membalas senyuman sang kapten lalu kemudian duduk ke kursi di belakang cockpit khusus untuk operator persenjataan. Ia adalah Letnan Yani, salah satu kru Mustapa yang ahli dalam persenjataan.

Kemudian salah satu dari ketiga pilot yang baru datang menepuk bahu Mustopo, "Ada yang bisa saya bantu kapten," ia duduk di sebelah Mustopo.

Mustapa tersenyum,"Ah kamu, saya kira siapa," katanya selagi memencet tiga buah saklar sekaligus, "Letnan Yon, kamu tolong siapkan mesin ya, bentar lagi kita akan ignition."

"Siap kapten!"

"Si Bone sudah datang belum Yon ngomong-ngomong?"

"Waduh, saya kurang tahu kapten...tapi yang pastinya dia sudah selesai sholat Subuh." Letnan Yon berkata sambil mengusap-usap dahinya. Tampaknya Bone, sang navigator masih sibuk menyantap makanan paginya di barak pilot pikir Mustapo sedangkan mereka sudah hampir lewat dari jadwal yang sudah ditentukan.

"Brak," suara orang jatuh tersandung. Terdengar Letnan Yani tertawa terbahak-bahak di belakang cockpit. Ternyata yang baru terjatuh adalah Bone. Ia terlalu tergesa memasuki pesawat sampai ia tersandung dan terjatuh.

"Kemana saja sih kamu, nanti setelah misi kamu harus lari mengitari landasan pacu dua kali!" seru Kapten Mustopo dengan ketus kepada Bone yang sekarang setelah bangkit tergesa-gesa memasang sabuk pengaman dan helm.

"Y..ya mengerti kapten!" ia menjawab dengan terbata-bata.

"Sudah! Sudah! Cukup! Kita mulai prosedur standar!" Kapten Mustapo menukarn buku manual navigasi ke dalam kantong di khusus di sebelah bangku cockpitnya dengan buku checklist, "Engine start-checklist!"

"Battery check!" peraturan mengharuskan para pilot untuk memulai prosedur penerbangan dan komunikasi dalam Bahasa Inggris standar. Salah satu program untuk meningkatkan kemampuan pilot-pilot TNI AU dalam menguasai Bahasa Inggris dan agar mereka semua bisa berkualifikasi dengan standar internasional.

Yon mengecek posisi saklar baterai sekali lagi, saklar tersebut berada dalam posisi "vooruzhennyy" yang berarti menyala dalam bahasa Indonesia. Malang, Bahasa Rusia juga merupakan salah satu kewajiban untuk para pilot TNI AU. "Aye, battery check, captain!"

"Fuel pumps?"

"Fuel pumps 1,2,3,4 set to on!" seru Yon sambil memutar keempat knob pompa bahan bakar secara berurutan yang nantinya akan memberikan suplai bahan bakar ke mesin. Terdengar samar-samar suara pompa berjalan.

"Throttle?"

Yon menarik ke-empat tuas pegas mesin ke posisi IDLE, "Throttle set to IDLE!"

"Ignition Engine No.1!"

"Ignition!" dengan sigap Yon memutar kunci starter mesin pertama. Di luar delapan bilah mesin Kuznetsov NK-12, empat bilah per baling-baling, mulai bergerak dan berputar. Mesin Kuznetsov NK-12 mempunyai dua set baling-baling yang saling berputar secara berlawanan, memberikan mesin tersebut kemampuan lebih dibandingkan mesin konvensional biasa.

Satu persatu secara berurutan keempat mesin Tu-142 tersebut sudah menyala dan berderu dengan kencang. Mustopo melihat keluar cockpit untuk memastikan bahwa semua mesin sudah berjalan secara normal, "All engine started!" Ia memperlihatkan ibu jarinya kepada para teknisi di luar pesawat untuk memberi tanda bahwa semuanya berjalan dengan baik.

Mustopo memasang dan mengencangkan helm pilotnya. Ia kemudian menekan tombol transmisi, "Tower, this is Combro 05, we're ready for taxi to runway."

"Roger that Combro 05, clear for taxi, you're to follow Su-30 to runway 31 hold short until you're given clearance."

"Acknowledge tower, clear for taxi, follow Su-30 to runway 31, hold short until clearance are given," kali ini untungnya pesawat Mustapo diparkir dengan posisi hidung menghadap ke taxiway yang memberikan keuntungan lebih yaitu pesawat tidak perlu melakukan push-back.

"Ground Power Unit off, throttle to 15%! Mustapo mulai menekan tuas pegas maju. Keempat mesin Kuznetsov NK-12 mulai mendorong roda-roda Tupolev-142 maju. Perlahan tapi pasti pesawat mulai berjalan dari tempat parkir ke taxiway, mengikuti sebuah Mig-29 sampai ke landasan 31.

Terdengar transmisi dari tower ke Su-30 yang sekarang sudah siap berada di belakang landasan pacu 31, "Elang 01, you are clear for take-off," Su-30 tersebut mulai menancap gas lalu akhirnya lepas landas. Tampak jelas siluet matahari yang baru akan menyingsing, benar-benar pemandangan yang elok.

Mustapo menekan pedal sirip dan memutar pesawatnya sembilan puluh derajat memasuki landasan pacu. "Flaps at 15 percent, Landing Lights ON, GPS Set, Crew Status?"

"Navigator ready!"

"Weapons ready!"

"Flight Officer ready!"

"Combro 05, you're clear for take-off!"

"Roger tower, clear for take-off!"

"Bismillah..," Mustapo mendorong tuas pegas secara perlahan sampai mentok. Keempat mesin Kuznetsov NK-12 menderu dengan keras dan kencang, mendorong pesawat Tu-142 maju dengan cepat.

"80 knots!"

Jalan pesawat semakin kencang, Mustapa melihat bendera merah putih berkibar secara gagah di atas tower ATC. Tanpa sadar ia menaikan tangannya dari tuas pegas lalu memberikan hormat ke pada sang merah putih.

"V1"

Mustapo menarik tuas kemudi secara perlahan-lahan ke atas. Menaikan moncong pesawat ke atas, "Rotate!"

"V2!!"

Roda pesawat terakhir akhirnya terangkat dari aspal landasan. Pesawat mulai terbang dan menjauhi landasan pacu. Meninggalkan tanah Sulawesi jauh di bawah. Deruan mesin membuat belasan anak-anak sekeliling lapangan terbang berlari dan melihat. Lambang pentagonal yang bewarna merah dan putih bercahaya terang memantulkan sinar matahari pagi.

"Gear up!"

Letnon Yon berusaha mengangkat badannya untuk meraih tuas roda. Gravitasi membuat berat badan-nya terasa lebih berat tapi akhirnya ia mampu menarik tuas roda keatas. Menaikan roda masuk ke dalam badan pesawat secara keras. Lampu bewarna hijau menyala, 'Uskoreniye' "Gear locked!!"

"Combro 05, you're to proceed to your assigned route, clear for 45.000 feet."

"Roger tower, proceed to our assigned route, clear for 45.00 feet," Mustapo memutar knob auto pilot yang meskipun sederhana bisa sedikit melonggarkan tugasnya. Sistem auto-pilot Tu-124 masih sama dengan sistem auto-pilot yang di rancang tahun 1950an.

Pesawat tiba-tiba bergoyang, turbulensi dari Su-30 yang baru saja lepas landas telah membuat pesawat mereka berguncang sedikit. Bukan masalah besar bagi sang beruang Tu-142 yang sekarang sedang menuju lautan luas, menjauhi pulau Sulawesi di belakang.
(bersambung)

No comments:

Post a Comment