Pages

Tuesday, June 16, 2009

Perang Indonesia-Malaysia di dunia lain...(2)

Tu-142 Combro 05

Sudah hampir satu setengah jam mereka megudara di angkasa. Altimeter pesawat menunjukan altimeter 39.000 kaki di atas permukaan laut, cukup tinggi untuk ukuran pesawat komersial biasa. Di samping kanan jendela cockpit Mustapo dapat melihat sebuah pesawat Boeing 737-400 Garuda Airlines sedang terbang juga di ketinggian yang lebih rendah di bawah. Mustapo dengan teropongnya dapat melihat penumpang pesawat sipil tersebut sedang tercenggang melihat kemampuan Tu-142 yang meskipun masih di dorong dengan baling-baling dapat mengejar pesawat mereka yang sudah dilengkapi dengan mesin jet turbofan bahkan terbang di ketinggian yang lebih tinggi, memang Tu-142 sampai saat ini masih merupakan pesawat turboprop tercepat sedunia.

Speaker radio tiba-tiba berbunyi, memecahkan keheningan di cockpit pesawat Tu-142, “Combro 05, report Garuda 737 in sight.”

“Combro 05 here, roger, we have Garuda 737 in sight,” balas Mustapo kepada menara darat. Ia kemudian menyalakan radar doppler untuk mengkonfirmasi keberadaan 737 tersebut. Hasilnya adalah positif. Terlihat beberapa pesawat komersil lain yang terbang lebih rendah, rutinnya sekitar 10.000 sampai 30.000 kaki. Tidak seperti pesawat modern lain-nya Tupolev-142 tidak dilengkapi dengan TCAS atau sistem penghimbau tabrakan otomatis melainkan Tu-142 hanya dilengkapi radar anti-kapal dan anti-kapal selam yang sudah lumayan kuno namun masih ampu jika benar-benar dibutuhkan.

“Kita akan mendekati objektif dalam beberapa menit lagi kapten,” seru sang navigator, Bone, sambil mengubah-ubah instrumen GPS-nya. Untungnya bagi para pilot Tu-142, TNI AU masih mau berbaik hati dengan memasang alat navigasi GPS ke sistem navigasi pesawat yang masih berbasis tahun 1950an, GPS yang dipasang pun tidak bisa dibilang canggih juga namun cukup untuk melakukan patroli sehari-hari. Sebelum adanya GPS di Tu-142, pilot-pilot TNI AU harus menghitung posisi pesawat hanya dengan kompas atau bantuan artifisial lainnya seperti posisi bintang dan matahari. Itu juga kalau cuaca sedang dalam kondisi yang baik.

“Kita sudah berada di dalam posisi patroli kapten,” tambah Bone beberapa menit kemudian. Sekarang tugas mereka hanyalah berputar-putar di atas lokasi, memastikan bahwa tidak ada kapal maupun pesawat asing yang memasuki teritorial Indonesia seenaknya. Sebelum adanya Skuadron Patroli Jarak Jauh TNI Angkatan Laut harus bekerja keras siang dan malam untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun kapal asing yang berani melanggar garis perbatasan laut Indonesia yang besarnya berjuta-juta mil persegi. Dari Sabang sampai Merauke terbentang pulau-pulau yang harus...dijaga.

“Lakukan pola patroli standar Yon, hari ini kita akan turun ke 10.000 kaki,” Mustapo menurunkan saklar auto-pilot lalu menekan tuas kendali turun, jarum altimeter mulai berputar menunjukan ketinggian pesawat yang semakin menurun. Angka-angka huruf Cirilik Rusia memang cukup aneh, seperti huruf Arab saja pikir Mustapo sambil tersenyum sendiri. Wing lain di dalam skuadron sudah cukup beruntung tidak seperti dia karena sebentar lagi mereka akan diberikan alutsista baru yaitu pesawat patroli P-3 Orion dan P-8 Poseidon yang merupakan produksi barat dan tentunya menggunakan huruf-huruf Latin bukan Cirilik.

“Roger captain, all radar set to on, executing standard patrol pattern, “ sekarang kendali pesawat berada di tangan Letnan Yon. Pesawat masih terus menurun. Semua awak pesawat dapat dengan jelas melihat laut blok Ambalat yang cukup luas. Akhir-akhir ini beberapa pesawat patroli Tu-142 lain-nya sering melaporkan pelanggaran-pelanggaran dari kapal-kapal patroli Malaysia. Kebanyakan memang hanya lewat beberapa mil ke dalam wilayah laut Indonesia namun sudah cukup bagi pesawat patroli lain untuk membuka isi perutnya, memperlihatkan beberapa buah misil KH-41 Moskit yang sudah siap diluncurkan. Namun seperti biasa, namanya juga orang Malaysia, mereka langsung ‘ngambek’ istilahnya dengan melapor sampai ke PBB dengan alasan bahwa mereka sering di ancam oleh pesawat-pesawat Indonesia. Kalau tidak berani bersengketa ya tidak usah...

Dua jam telah berlalu sejak Tu-142 Combro 05 memulai patroli satu harinya. Tu-142 dapat terbang hampir 6500 kilometer lebih non-stop tanpa harus mengisi bahan bakar. Dalam hal ini berarti waktu berpatroli dapat meningkat hingga hampir satu hari lebih, berputar-putar diatas lokasi tanpa harus beranjak pergi ke tempat lain. Tidak ada hal yang signifikan terjadi dalam jangka waktu tersebut ketika...

“Beep...beep,” radar anti-kapal berbunyi. Letnan Yani yang tadinya hampir tertidur langsung terloncat duduk. Ia langsung mengecek radar yang sekarang sedang berbunyi. Di sampingnya sudah ia siapkan peta teritorial laut Indonesia, “Contact, unknown ship, bearing 35 degrees North!”

“Dimengerti letnan, “ balas Yon, ia menatap Mustapo kapten-nya sendiri. Tatapan-nya seperti berbunyi “Kapten, kita harus melakukan sesuatu.”

“Yon, putar pesawat ke arah 180, kita lihat sendiri kontak secara visual,” tanpa menunggu lama Letnan Yon langsung membelokan pesawat secara tajam ke arah 35 derajat Utara. Mengarah ke perbatasan Malaysia-Indonesia. Sepertinya akan ada hal baru yang akan terjadi.

“Identified, Malaysian Patrol Boat, mereka orang Malaysia pak!” seru Letnan Yon setelah melihat titik di horizon yang lama-lama membesar berubah bentuk menjadi sebuah kapal patroli Malaysia. Mereka telah memasuki dan melanggar teritorial Indonesia secara jelas. Mustapo berpikir bahwa ia harus memberikan sedikit pelajaran kepada orang-orang Malaysia yang arogan itu.

“Saya ambil kendali, Yon kamu terus awasi gerak-gerik kapal tersebut!” Kini kemudi berganti ke Kapten Mustapo, ia menurunkan pesawat secara tajam ke laut. Langsung mendekati kapal Malaysia tersebut. Jarum altimeter berputar dengan kencang menunjukan ketinggian sekitar 3000 kaki dan terus menurun secara drastis. Lampu merah dari tanda bahaya pesawat menyala, menunjukan bahwa kecepatan pesawat sudah melebihi batas yang dianjurkan. Tu-142 Combro 05 terbang lansung di atas kapal patroli Malaysia secara dekat.

“KD Rencong,” terbaca di dek kapal patroli Malaysia tersebut. Terlihat juga awak kapal Malaysia sudah siap mengantisipasi Tu-142 yang mendekat. Jari hanya beberapa senti meter di depan pelatuk tetapi karena kuatnya mesin pesawat membuat kapal patroli Malaysia tersebut sampai oleng ke kiri dan ke kanan. Awak kapal terlihat berusaha menjaga keseimbangan mereka agar tidak jatuh. Humiliasi yang pertama pikir Mustapo sambil tersenyum.

Hanya beberapa kaki sebelum permukaan laut Mustapo menaikan pesawat ke atas dan memutarkan pesawat balik ke arah kapal Malaysia tersebut,“Bone, kontak kapal patroli Indonesia yang terdekat, kontak juga markas besar!”

“Siap pak!” Bone langsung bekerja dengan radio yang berada di depan-nya.

Sementara itu kembali ke cockpit Letnan Yon memutar knob radio ke frequensi standar kapal Malaysia, “Malaysian patrol boat, you’re trespassing Indonesian territority, you have to pull back to your own territority as soon as possible!”

“T..tapi pesawat anda lah yang melewati batas teritorial diraja Malaysia pak!” balas kapten Malaysia tersebut secara agak ragu-ragu dengan aksen Melayu yang tampak dilebih-lebihkan. Tampaknya mereka tahu juga bahwa Tu-142 Mustapo saat itu membawa beberapa misil KH-41 anti-kapal yang akan dengan cepat menghancurkan kapal patroli Malaysia tersebut jika memang di butuhkan. Kenekatan bukan salah satu sifat dari orang-orang Malaysia kelihatanya, tetap mereka masih memperlihatkan sikap ke-aroganan mereka yang sungguh menyebalkan.

“Mundur atau...!” Darah merah mengalir ke otak Mustapo, emosinya bertambah naik. Mustapo menukikan pesawatnya tepat di atas kapal patroli Malaysia lagi. Hanya beberapa inchi sebelum sayap Tu-142 Mustapo menyentuh tiang radio kapal patroli Malaysia tersebut. Mustapo dan Letnan Yon dapat dengan jelas melihat wajah kapten kapal Malaysia tersebut yang sekarang sedang berdiri di atas anjungan kapal, tercenggang dengan kenekatan dan keberanian Bangsa Indonesia.

“Mundur sekarang juga!” Mustapo memerintah. Kapal patroli Malaysia tersebut akhirnya tunduk juga. Ia dengan cepat berputar balik 180 derajat ke arah laut Malaysia dengan Tu-142 Mustapo mengikuti dari belakang. Deruan mesin-mesin Tu-142 serasa mengusir kapal Malaysia tersebut tanpa ampun. Setelah beberapa mil sebelum perbatasan Mustapo akhirnya memutar pesawatnya meninggalkan Kapal Patroli Malaysia sendiri sebelum tiba-tiba hal yang tidak diduga terjadi....

Alarm pesawat tiba-tiba berbunyi kencang, satu lampu merah dengan label bertuliskan “Raketnaja Preduprezhdenie” menyala...

No comments:

Post a Comment