Pages

Tuesday, March 24, 2009

Putus

Pernah, dulu sekali, saya begitu tidak bisa menerima kata "putus" yang diucapkan oleh seseorang yang waktu itu saya sangat sukai. Itulah kata "putus" pertama yang pernah saya terima dari seorang pacar. Kata "putus" dari pacar pertama mungkin memang tidak mudah diterima oleh kebanyakan orang. Apalagi, kata "putus" itu datang pada waktu yang sangat tidak kita harapkan.

Kata "putus" yang kita terima mungkin lebih mudah diingat daripada kata yang sama yang keluar dari mulut kita. Artinya, kita lebih sering (atau mungkin hobi) mengingat-ingat saat-saat kita disakiti orang daripada saat-saat kita menyakiti orang lain. Saya begitu juga. Tapi, rasa-rasanya saya boleh bersyukur karena bukan termasuk orang yang menemukan kegembiraan dari perbuatan menyakiti (hati) orang lain.

Betul juga kalau dikatakan kalau kata "putus" tidak selalu menimbulkan efek yang sama kepada setiap orang atau pasangan, terutama dari pihak yang "diputuskan". Sudah lumrah terjadi kata itu malah sudah ditunggu lama. Dan, buat sebagian yang lain, kata "putus" jauh lebih indah daripada situasi "gantung". Kadang juga, kata "putus" merupakan bagian dari jawaban akan doa-doa kita karena apa yang terjadi setelahnya malah jauh lebih baik.

Kata "putus", tentu kita sudah tahu, bukanlah akhir dari sebuah hubungan, tapi sebaliknya merupakan awal. Karena, setiap awal itu adalah akhir, dan setiap akhir sejatinya adalah suatu awal. Artinya, boleh jadi benar bahwa "putus" mengakhiri satu hubungan (yang dulu), tapi kata itu juga menandakan lahirnya sebuah hubungan yang baru.

Kata "putus" harus diartikan putusnya hal-hal yang buruk yang pernah ada dalam sebuah hubungan. "Putus" sama sekali tidak boleh mengakhiri hal-hal baik yang sudah dibangun bersama-sama. Alasannya sebetulnya sederhana saja, segala hal yang putus pasti bisa disambung lagi. Bagi mereka yang memiliki pandangan yang jauh ke depan, "putus" justru dilihat sebagai satu tahapan penting dari dan demi (kematangan) sebuah hubungan.

No comments:

Post a Comment